10 Perusahaan Tertua di Indonesia, Sudah Ada SebelumMerdeka

Potret lama aktivitas pekerja PT Unilever Indonesia
Foto: PT Unilever Indonesia

Tidak banyak perusahaan yang bisa bertahan lama. Boston Consulting Group mencatat usia harapan hidup perusahaan rata-rata hanya sekitar 40-50 tahun. Jika lebih, berarti beruntung.

Pasalnya, untuk mencapai usia segitu tentu tak mudah. Terpaan angin kencang, seperti salah kelola, konflik, krisis eksternal, terkadang membuat perusahaan tak mampu bertahan lama. Perusahaan yang berusia panjang juga dipastikan sudah tahan uji terhadap beragam guncangan ekonomi dan politik. Mereka terus berinovasi agar tetap kokoh di tengah guncangan tersebut.

Apalagi, jika perusahaan tersebut beroperasi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Alhasil, hanya segelintir perusahaan saja yang mampu melakukannya.

CNBC Indonesia telah mencatat 10 perusahaan tertua di Indonesia yang masih bertahan melewati berbagai dinamika zaman sampai sekarang. Perusahaan-perusahaan tersebut telah melampaui jaman dengan segala terobosan dan posisi pentingnya. Berikut daftarnya:

1. Pos Indonesia (1746)

Besarnya arus perdagangan di Indonesia mendorong Gubernur Jenderal VOC,Gustaaf Willem Baron van Imhoff, mendirikan lembaga pengantaran barang melalui sistem pos. Tujuannya supaya arus kegiatan dagang bisa lancar.

Maka, pada 26 Agustus 1746 berdiri kantor pos pertama di Indonesia yang berada di Batavia. Mengutip dari The Archives of the Dutch East India Company (VOC) and the Local Institutions in Batavia (2007), sejarah kemudian mencatat bahwa tujuan pendirian pos berhasil.

Foto: Pekerja melakukan penyortiran paket yang datang dari luar negeri di Kantor Regional IV PT. Pos Indonesia (Persero) di Jln. Gedung Kesenian Jakarta, Rabu (6/2/2019). Meskipun sejumlah pekerja dari Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPIKB) menggelar aksi demo aktivitas pengiriman tetap berjalan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Pekerja melakukan penyortiran paket yang datang dari luar negeri di Kantor Regional IV PT. Pos Indonesia (Persero) di Jln. Gedung Kesenian Jakarta, Rabu (6/2/2019). Meskipun sejumlah pekerja dari Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPIKB) menggelar aksi demo aktivitas pengiriman tetap berjalan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Seiring waktu, keberadaan lembaga pos (Posten Telegrafdienst) membuat aksesibilitas perdagangan bisa terjaga. Apalagi usai kantor pos di Semarang dan rute perjalanan berupa Jalan Raya Pos buatan Daendels tercipta.

Dinamika politik dan ekonomi di masa kolonial tak membuat kantor pos berhenti. Malah makin eksis hingga era kemerdekaan. Di era kemerdekaan, berdiri kantor-kantor pos di seluruh kota Indonesia. Semuanya saling terkoneksi.

Sampai sekarang, kantor pos masih eksis, sekalipun kini kembang-kempis dihajar pesaing dan perubahan zaman menuju digitalisasi

2. Bank Rakyat Indonesia (1895)

Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank terbesar di Indonesia. Bank pelat merah ini hampir tidak pernah tergeser dari jajaran big four dan salah satu bank dengan kapitalisasi pasar atau market cap paling besar.

BRI termasuk salah satu bank dengan sejarah panjang dan tertua di Indonesia. Buku One Hundred Years Bank Rakyat Indonesia, 1895-1995 (1995:5-6) mencatat sejarah BRI bermula dari kas masjid.

Foto: dok BRI
BRI

Pada 1894, ada guru sekolah yang ingin mengadakan pesta sunatan. Namun, guru itu tak punya uang dan terpaksa mengutang ke rentenir. Kabar ini kemudian terdengar oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja. Dia prihatin sebab sudah pasti gaji guru yang kecil bakal bergelut dengan tagihan rentenir.

Kebetulan, dia diberikan amanah mengelola uang kas masjid KotaPurwokerto sebesar 4.000 gulden. Dia punya ide untuk menjadikan uang kas itu sebagai sarana menolong guru supaya tak lagi meminjam ke rentenir. Selain guru, para pegawai dan petani juga bisa meminjam.

Langkah Wiriaatmadja semakin maju pada tahun berikutnya. Pada 16 Desember 1895, upaya Wirjaatmadja itu kemudian berhasil membentuk bank simpan pinjam De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Dia membentuk bank bersama Raden Atma Soepradja, R. Atma Soebrata dan R. Djaja Soemitra.

Berdasar Staatsblad No. 82 tahun 1934, bank ini menjadi bank umum kredit rakyat alias Algemene Volkscrediet Bank (AVB) sejak 19 Februari 1934. Lalu, di zaman pendudukan Jepang, AVB diubah menjadi Syomin Ginko.

Setelah Indonesia merdeka, namanya lalu berganti menjadi Bank Rakjat Indonesia (BRI). Di tangan pemerintah Indonesia pula, BRI diambilalih menjadi bank milik negara..

3. Unilever (1933)

Unilever merupakan perusahaan asal Inggris yang berdiri pada 1 Januari 1930. Perusahaan ini merupakan gabungan dari dua perusahaan Eropa, yakni Margarin Uniedan Lever & Co.

Sebagai perusahaan multinasional, Unilever bergerak di banyak negara dengan mendirikan pabrik baru. Salah satunya di Indonesia yang hadir pertama kali pada 1933. Unilever berdiri di Indonesia tepatnya pada 5 Desember 1933 lewat Lever Zeepfabrieken N.V. Perusahaan ini berdiri di Angke, Jakarta Utara.

Foto: Unilever Indonesia
Unilever Indonesia

Bertahan lebih dari sembilan dekade, Unilever berkembang menjadi raksasa yang ikut menopang ekonomi Indonesia dari era sebelum Kemerdekaan, Era Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi.

Nilai ekonomi yang didistribusikan Unilever pada 2023 saja mencapai Rp 38,92 triliun dengan melibatkan 4.800 pekerja, 500.000 ritel kecil, hingga puluhan ribu petani. Nilai ekonomi yang didistribusikan setara dengan 0,2% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Kehadiran Unilever tak hanya menggerakkan ekonomi domestik tetapi juga merevolusi peradaban dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Tak hanya lewat inovasi produk, Unilever juga menjadi garda terdepan dalam cara pandang hingga cara hidup masyarakat Indonesia.

Bahkan, produk-produk Unilever menjadi kata ganti untuk beberapa fungsi. Misalkan, orang sering menyebut Sunlight untuk semua produk sabun cuci piring. Menyebut Rinso saat memberi sabun cuci baju atau Lifebuoy untuk sabun mandi batangan. Padahal, Sunlight, Lifebuoy, dan Rinso hanyalah nama brand Unilever.

Diperkirakan setiap rumah tangga memiliki setidaknya dua produk Unilever.

Foto: PT Unilever Indonesia
Potret lama aktivitas pekerja PT Unilever Indonesia

Produk Unilever menemani kehidupan masyarakat Indonesia mulai dari produk makanan (Bango, Royco, Knorr, Walls, Buavita, Sari Wangi) hingga produk kebersihan, serta produk-produk rumah tangga (Clear, Sunsilk, Lifebouy, Molto, Wipol, Axe, SuperPell, serta tentu saja Dove dan Axe).

Dengan begitu besarnya peran produk Unilever di masyarakat, tak heran jika penulis Geoffrey Jones dalam Renewing Unilever: Transformation and Tradition (2005) mengatakan, sulit membayangkan kehidupan dunia tanpa produk Unilever.

Selama lebih dari 90 tahun berdiri di Indonesia, puluhan inovasi serta terobosan kerap dikeluarkan untuk terus relevan dan bisa memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang. Unilever juga kerap menjadi trendsetter, misalnya menjadi salah satu perusahaan yang memperkenalkan kebiasaan baru dari menggunakan sabun batang ke sabun cair hingga memperkenalkan penggunaan deodorant.

Keseriusannya nya untuk memberikan rasa aman bagi Konsumen muslim juga ditunjukkan melalui sertifikasi Halal. Tidak hanya produk-produknya saja yang Halal tetapi juga pabriknya.

Tercatat bahwa Unilever adalah salah satu perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) pertama yang pabriknya mendapatkan sertifikasi halal pada 1994.
Unilever juga merevolusi prinsip tata kelola perusahaan dengan memberdayakan pemasok barang, menerapkan kebijakan cuti melahirkan selama empat bulan dan cuti ayah selama tiga minggu sejak lama.

Terobosan lainnya adalah dalam hal lingkungan. Jauh sebelum isu Lingkungan (Environmental), Sosial (Social) dan Tata Kelola (Governance) mengemuka seperti saat ini, Unilever sudah menerapkannya.

Merujuk laporan keberlanjutanya pada 2023, Unilever mengumumkan keberhasilannya mengumpulkan dan memproses 56.159 ton sampah plastik. Jumlah tersebut lebih banyak dari plastik yang mereka gunakan untuk menjual produknya.

Unilever juga memahami sepenuhnya pentingnya air untuk kehidupan. Perusahaan berhasil membantu mengelola 952.000 liter air hujan, yang kemudian digunakan untuk mencuci piring, menyiram tanaman, dan berbagai kegiatan di Pondok Pesantren AlBinaa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*