Kamala Harris Gantikan Joe Biden, Ini Dampak ke Rupiah!

Foto: AP/Susan Walsh

Kemunduran Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam kontestasi politik pemilihan presiden AS November 2024 nanti cukup menggemparkan pasar. Kamala Harris yang merupakan Wakil Presiden AS saat ini menggantikan Joe Biden untuk melawan Donald Trump.

Sebelumnya, Joe Biden memutuskan untuk mundur dari kampanye pencalonannya untuk periode kedua. Hal ini diungkapkannya dalam sebuah surat yang diunggah di akun Instagram dan X pribadinya.

Dalam suratnya, Biden menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Wakil Presiden Kamala Harris dan semua pendukung yang telah bekerja keras untuk kampanye pemilihannya.

Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa Amerika akan terus maju dan menghadapi tantangan dengan persatuan dan kerja sama.

“Meskipun merupakan niat saya untuk mencalonkan kembali, saya percaya adalah yang terbaik bagi partai saya dan negara ini jika saya mundur dan fokus sepenuhnya pada menjalankan tugas saya sebagai Presiden untuk sisa masa jabatan saya,” tulis Biden dalam suratnya pada Minggu (21/7/2024) waktu setempat.

Biden menyerah pada tekanan tanpa henti dari sekutu terdekatnya di Partai Demokrat yang terus mendesak sosok berumur 81 tahun tersebut untuk mundur dari pencalonan di tengah kekhawatiran mendalam bahwa ia terlalu tua dan lemah untuk mengalahkan mantan Presiden Donald J. Trump.

Wakil Presiden Kamala Harris dipandang sebagai yang terdepan. Partai itu sendiri akan mengumumkan calon baru pada konvensi mereka di Chicago pada 19-22 Agustus.

Sejak kinerja debat Biden yang buruk pada Juni lalu, banyak analis pasar melihat kemungkinan besar Trump akan menang pada Pilpres AS 2024 yang akan digelar November mendatang.

Bahkan, kasus penembakan yang mengenai Trump saat kampanye di Pennsylvania, Sabtu dua pekan lalu membuat pasar semakin yakin Trump dapat mengalahkan Biden di perhelatan Pilpres 2024.

Survei dari Polymarket menunjukkan Trump unggul dengan 63% Sementara Harris hanya sebesar 32%.

Jay Hatfield, CEO di Infrastructure Capital Advisors, mengatakan dia memperkirakan “reaksi pasar saham yang tenang” terhadap pengunduran diri Biden dari pemilihan presiden AS, seperti yang diperkirakan sebagian besar karena seruan agar Biden mundur semakin keras.

Ekonom bank Swiss UBS menyebut bila Harris menang, Pemerintahan Demokrat kemungkinan akan terus mendukung inisiatif yang menguntungkan energi hijau, efisiensi, dan pembuat kendaraan listrik.

Di sisi lain, bila rival dari partai Republik, Donald Trump menang, Gedung Putih kemungkinan akan meningkatkan ekspektasi pasar terhadap pemotongan pajak dan peraturan bisnis yang lebih ringan, sekaligus menambah kekhawatiran mengenai tarif perdagangan yang lebih tinggi.

Dampak Biden Mundur ke RI

Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang menjelaskan mundurnya Biden bisa meningkatkan ketidakpastian terkait arah kebijakan perdagangan dan investasi lainnya di AS dan seluruh dunia.

“⁠Kondisi ini meningkatkan volatilitas di pasar uang dan pasar modal, salah satu indikasinya Volatility Index (VIX) balik naik,” ujar Hosianna kepada CNBC Indonesia.

Untuk diketahui, pada awal perdagangan kemarin (22/7/2024), VIX berada di level yang cukup tinggi yakni di atas 16.

VIXFoto: VIX
Sumber: Google Finance

Khusus di Indonesia, ketidakpastian juga akan besar karena adanya masa transisi presiden baru dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto.

“⁠Di tengah kondisi ketidakpastian global terkait AS dan Euro Area Election, di domestik lagi persiapan transisi Presiden Baru dan Pilkada,” ujarnya.

Ketidakpastian bisa memicu investor untuk memilih aset aman dan menjual aset lain, seperti rupiah. Kondisi ini bisa membuat rupiah tertekan terhadap dolar AS.

“Ke semua hal ini buat Investor dan pelaku pasar pilih aset yang aman, salah satunya in USD sehingga rupiah masih volatile cenderung melemah,” imbuhnya.

Hosianna juga menegaskan pelemahan rupiah yang terjadi ini lebih bersifat short term karena menyongsong pemotongan suku bunga bank sentral AS (The Fed).

Sementara Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto mengatakan bahwa kemunduran Biden dan majunya Kamala Harris saat ini belum terlihat dampak yang signifikan, Trump sepertinya masih diunggulkan untuk sementara ini.

“Saat ini apabila memang Kamala yang maju, memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan dengan Biden, yang memang sudah terlihat terlalu tua dan unfit untuk menjadi Presiden lagi,” ujar Rully.

Hal menarik pun disampaikan Rully bahwa jika Trump menang dalam pemilihan presiden kali ini, pasar akan menilai hal tersebut bukan merupakan kejutan. Berbeda halnya pada 2016, saat Trump mampu mengalahkan Hillary Clinton yang dinilai memberikan kejutan bagi pasar.

Sedangkan Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyampaikan bahwa pelemahan rupiah terjadi akibat sentimen risk-off yang muncul secara global setelah secara tiba-tiba Joe Biden mengumumkan bahwa tidak akan melanjutkan pencalonan dirinya sebagai presiden pada pemilu 2024. 

Tidak hanya kabar dari AS, pemangkasan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral China (PBoC) sebesar 10 basis poin (bps) untuk tenor satu dan lima tahun dinilai mampu meredakan kekhawatiran investor akan terhambatnya pemulihan ekonomi China.

Kedua hal tersebut dinilai mampu melemahkan rupiah khususnya pada perdagangan kemarin (22/7/2024).

Kendati rupiah cenderung tertekan beberapa waktu terakhir, namun Josua meyakini bahwa investor global akan lebih mencermati arah suku bunga bank sentral global terutama Fed yang diperkirakan akan memiliki ruang penurunan yang lebih besar pada tahun 2025 mendatang. Dan pada umumnya di tengah penurunan suku bunga Fed yang juga akan diikuti oleh penurunan suku bunga acuan BI, terdapat ekspektasi pelemahan dolar AS yang berimplikasi pada potensi penguatan harga aset keuangan negara berkembang termasuk Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*