Hamzah Haz: Sosok Balik Kebangkitan RI Usai Badai Krisis 98

Foto: AP/TATAN SYUFLANA

Mantan Wakil Presiden Indonesia ke-9, Hamzah Haz wafat hari ini, Rabu (24/7/2024) pada usia 84 tahun. Hamzah tidak hanya dikenal sebagai politikus tetapi juga pejabat yang meninggalkan jejak kebijakan di bidang ekonomi Indonesia.

Hamzah Haz merupakan pria kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat pada 15 Februari 1940. Jabatan tertinggi yang pernah diemban adalah menjadi Wakil Presiden mendampingi Presiden Megawati Soekarnoputri pada 26 Juli 2002-20 Oktober 2004.

Dikutip dari website resmi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hamzah Haz merupakan ketua PPP yang merupakan hasil penggabungan dari empat partai Islam semasa Orde Baru, yaitu Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Muslimin Indonesia atau Parmusi, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam hal pendidikan, ia pernah menempuh pendidikan di jurusan ekonomi perusahaan Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura, Kalimantan  Barat. Pada masa ini, ia juga aktif di organisasi, yaitu sebagai ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 1965 – 1971.

Sementara dari sisi karirnya pun, tampak ia pernah menjadi Asisten Dosen di Universitas Tanjungpura pada 1968-1971, menjadi anggota DPR RI pada 1971-2001, Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 1998-1999, menjadi wakil anggota DPR RI pada 1999-2001, dan menjadi Wakil Presiden RI.

Kebijakan Ekonomi Era Megawati-Hamzah Haz

Hamzah Haz bersama Megawati Soekarnoputri memimpin Indonesia saat baru lahir dari Reformasi. Awal-awal 200an atau awal Era Reformasi adalah salah satu periode terberat dalam sejarah Indonesia. Tidak hanya kondisi politik yang masih sangat bergejolak, ekonomi Indonesia juga masih sangat rapuh.
Sebagai bangsa yang baru bangkit dari Krisis Moneter 1997/1998, ekonomi Indonesia dihadapkan pada tantangan besar mulai dari stabilitas ekonomi makro, pelunasan utang, inflasi tinggi, hingga kendala besar mendatangkan investor asing.

Dikutip dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pada periode 2001-2004, tim ekonomi berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan International Monetary Fund (IMF), yang berujung pada sejumlah persetujuan dengan IMF untuk memperbarui program bantuan IMF yang sempat dihentikan.

Namun seiring berjalannya waktu, pada Juli 2023, pemerintah mengumumkan bahwa program bantuan IMF tidak akan dilanjutkan. Oleh karena itu, pemerintah membentuk tim antar-lembaga yang menyusun exit strategy yang mempertimbangkan hal-hal seperti financing gap, yang terkait dengan kebutuhan pembiayaan pemerintah, dan credibility gap, yang terkait dengan dampak negatif dari sentimen pasar, ketika program IMF berakhir.

Sebagai persiapan berakhirnya program bantuan IMF, pada 15 September 2003 pemerintah menerbitkan ‘Paket Kebijakan Ekonomi Pra- dan Pasca-IMF’, yang juga dikenal sebagai “White Paper”. Paket kebijakan ini diterima dengan baik oleh publik dan pasar.

Cakupan White Paper cukup beragam, dan bahkan menurut beberapa pengamat lebih luas dan ambisius dibandingkan program bantuan IMF. Akan tetapi, paket kebijakan ini dihasilkan oleh pemerintah Indonesia dengan masukan dari sektor swasta, setelah juga berkonsultasi dengan sejumlah ekonom independen.

Program pemerintah ini menimbulkan rasa kepemilikan yang lebih tinggi (karena bukan didikte oleh IMF atau asing), yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan komitmen pemerintah untuk mengimplementasikannya, serta untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI).

Paket kebijakan tersebut terdiri dari menjaga stabilitas makroekonomi, restrukturisasi dan reformasi pada sektor keuangan, serta meningkatkan investasi, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Megawati berhasil mempertahankan stabilitas makroekonomi. Kinerja perbaikan sektor finansial dapat dikatakan beragam (mixed).

Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Pertumbuhan Ekonomi

Megawati dan Hamzah Haz  melakukan segala upaya untuk membawa Indonesia ke level yang lebih baik.

Dalam waktu tiga tahun mereka mampu memangkas inflasi dari 13% menjadi 6%, mengurangi angka kemiskinan dari 18% menjadi 16%. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mencetak penerimaan pajak surplus di tengah ekonomi yang masih tertatih.

Lebih lanjut, pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga terpantau menguat cukup signifikan dari di atas level Rp10.000/US$ menjadi bergerak di angka Rp8.000an/US$.

Sedangkan dari sisi pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Bruto/PDB) secara tahunan pun tercatat cukup baik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan PDB 2001 tercatat sebesar 3,32% yoy dan terus mengalami peningkatan secara berturut-turut hingga 2004 berada pada level 5,13%.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*