Wakil Presiden ke-9 Republik Indonesia Hamzah Haz meninggal hari ini. Di mata sejumlah kalangan, beliau merupakan sosok yang komplet sebagai tokoh bangsa dan negara.
“Selamat jalan Pak Hamzah Haz. Kita kehilangan lagi politisi negarawan, sekaligus penulis, pemikir dan kolumnis yang rajin memberikan pencerahan masalah-masalah ekonomi politik, hal kenegaraan, khususnya politik anggaran dan APBN,” ujar Rektor Universitas Paramadina Didik Junaidi Rachbini dalam catatannya yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (24/7/2024).
Menurut Didik, tidak ada politisi yang tekun seperti Hamzah Haz dalam menulis masalah politik APBN ini di media massa pada akhir 1980-an dan tahun 1990-an. Tidak hanya menulis tetapi menekuninya dalam praktek kenegaraan dalam pembahasan-pembahasan di DPR di mana ia sekaligus sebagai pimpinan partai oposisi yang loyal.
Didik bilang, Hamzah Haz adalah seorang pemimpin yang matang dan wakil presiden yang negarawan pemikir, menyukai gagasan-gagasan bangsa dalam bidang politik dan ekonomi, yang seharusnya disajikan dalam diskursus publik.
“Berbeda dengan zaman sekarang yang matang dikarbit, tidak menyukai pemikiran, sekedar populer dan cuma menyukai mainan anak-anak. Sementara Hamzah Haz yang menjadi wakil presiden, menang bersaing dengan SBY banyak menulis pemikirannya di media besar nasional, seperti Kompas, Republika, Tempo pada tahun 1980-an dan 1990-an,” kata Didik.
Eks Anggota DPR itu menjelaskan, politisi zaman dulu matang ditempa zaman dan selalu bergulat dengan ide kebangsaan. Tidak berbeda jauh dari generasi politisi pemikir 2-3 dekade sebelumnya seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Soedjatmoko dan pemimpin lainnya menguasai ide pada masanya.
Terus terang jika membandingkan pemimpin sekarang dengan perjalanan pemimpin seperti Hamzah Haz dan generasi sebelumnya, kita mengelus dada, jauh seperti bumi dan langit. Yang simboliknya seperti pemikiran kebangsaan, buku dan mainan anak kecil,” ujar Didik.
Lantas, apa yang bisa ditiru dari Hamzah Haz? dia mengatakan, “Komitmen terhadap kepentingan nasional secara keseluruhan tanpa meninggalkan aspek realitas dan rasional. Berbeda dengan pemimpin yang idealis utopis, yang tidak berpijak pada kenyataan.”
Didik mencontohkan, 20 tahun lalu terjadi krisis APBN. Kemudian Hamzah Haz turun gunung untuk ikut menyelesaikannya. Pada pertengahan tahun 2000-an atau 2005 pro kontra kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memuncak dan bisa mengarah ke krisis politiik.
“Mantan Wakil Presiden Hamzah Haz, yang juga menjadi Ketua Umum PPP, terlibat langsung dalam lobi-lobi untuk mengatasi krisis APBN sekaligus potensi krisis politik. Subsidi kepada barang adalah pemborosan dan harus diganti menjadi subsidi kepada orang. Hamzah Haz ikut mendinginkan suasana dan meskipun tidak populer kemudian menyetujui kenaikan harga BBM dengan alasan kenaikan tersebut sebagai pilihan rasional,” kata Didik.
Dalam hal ini, lanjut dia, Hamzah Haz tergolong pemimpin yang prokebijakan harus berbasis evidence (evidence based policy). Jika politik populis yang antirasional dijalankan oleh partai politik, maka pro ontra tersebut akan mengarah kepada krisis politik dan akan membuat masalah baru gabungan krisis APBN, krisis politik dan meluas menjadi krisis ekonomi rakyat.
“Apa yang dilakukan politisi sekarang ini? Mengeruk APBN dan mendulang utang di luar kemampuan membayarnya. Mestinya Sri Mulyani bisa berdiri rasional dalam kebijakan seperti Hamzah Haz,” ujar Didik.
“Tetapi kasus Perppu 01 dan utang Rp 1.520 triliun pada tahun 2020 dengan alasan pandemi Covid-19 adalah kesalahan sejarah keputusan APBN, yang dampaknya bisa sampai 2-3 periode kepresidenan. Kini beban utang super berat, tahun utang jatuh tempo mencapai 800 triliun dan bunga yang harus dibayar mjenguras pajak rakyat, mencapai lebih Rp 500 triliun,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Didik mengatakan, tidak ada lagi penjaga APBN seperti Hamzah Haz. Menurut dia, APBN rusak pada sisi penerimaan, sekaligus lebih rusak pada sisi pengeluarannya.
“Selain rusak karena kesalahan politik dan kebijakan di pusat, APBN juga menjadi target korupsi dan bancakan yang masif di banyak daerah kabupaten/kota, provinsi serta di banyak kementerian dan lembaga negara,” kata Didik.