
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menyebut pentingnya seluruh anggota DPR RI memiliki kecakapan sebagai pendengar yang termasuk salah satu indikator dari kecakapan literasi.
“Artinya kita harus banyak mendengar, kecakapan mendengar ini yang kurang, maunya semua orang bicara, apalagi anggota DPR. Saya anggota DPR, DPR itu kalau di luar negeri namanya parlemen, parler itu bicara, men itu orang, orang yang bicara, nah tapi memang DPR itu harus banyak bicara, kalau diam saja, ngapain dia menjadi dewan?” katanya di Jakarta, Jumat.
Dalam acara “Diseminasi Program Kebahasaan dan Kesastraan” bersama Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), ia menekankan pentingnya anggota DPR RI untuk memiliki kecakapan berbicara dan mendengarkan yang seimbang.
Ia menjelaskan anggota DPR RI memang harus banyak berbicara untuk merumuskan kebijakan, memberi kritik dan saran, serta ide hingga gagasan, namun perlu diingat juga bahwa kemampuan mendengarkan penting untuk menyerap aspirasi dari masyarakat.
“Nah, sayangnya, di Indonesia literasi tentang kenegaraan, sistem tata negara ini sangat kurang, sehingga akhirnya memilih seseorang itu berdasarkan popularitas saja, misalnya, ‘Wah, artis!’, populer jadi dipilih, kalau artis yang punya latar belakang ilmu bagus. Kalau cuma populer tetapi tidak punya kualitas ya sayang sekali, tetapi sekarang banyak artis yang punya kualitas, di DPR ada artis-artis yang berkualitas,” katanya.
Ia juga menegaskan pentingnya melatih kemampuan mendengar pada anak-anak serta membudayakan membaca yang dimulai dari orang tua sebagai teladan untuk meningkatkan kecakapan literasi di Indonesia.
“Lalu kemudian bukan soal minat baca, tadi saya sampaikan kita harus membudayakan. Bagaimana seorang anak bisa rajin membaca kalau orang tuanya juga tidak membaca? Jadi, teladan yang dibutuhkan,” katanya.
Ia mengatakan dalam upaya peningkatan literasi dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, baik itu di lingkungan DPR RI maupun masyarakat secara umum, Komisi X tengah merevisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan metode kodifikasi.
“Metode ini akan menggabungkan semua peraturan perundang-undangan yang ada, terkait dengan pendidikan, guru, dan dosen, sehingga nanti akan ada satu buku babon seperti itu, untuk kita mendapatkan tentang pasal-pasal atau Undang-Undang dalam satu Undang-Undang Nomor 20 tahun 2025,” katanya.