Media Asing Sorot Pilkada 2024, Sebut Ini hingga Warga RI Kelelahan

Pilkada 2024

Sejumlah media asing menyoroti pemilihan umum kepala daerah (pilkada) RI 2024 yang digelar kemarin. Hal ini setidaknya terlihat dari laman ReutersChannel News Asia (CNA)Bloomberg dan DW.

Media Reuters menulis bagaimana koalisi Presiden Prabowo Subianto mendominasi pemilihan daerah di Indonesia. Dikatakan bagaimana kandidat yang didukungnya menang di daerah pemilihan utama.

“Menurut para analis akan mempermudah pelaksanaan agendanya dan memperkuat pengaruh politiknya,” muat laman tersebut dalam artikel “Prabowo’s coalition dominate Indonesian regional elections; Jakarta the exception”, dikutip Kamis (28/11/2024).

Hal senada juga dilirik laman Singapura, CNA. Disebut bagaimana koalisi Prabowo menang besar dalam pilkada.

Ini, tambah laman itu, membuktikan pengaruh kuat Prabowo sendiri dan mantan presiden Joko Widodo (Jokowi), yang bersekutu dengannya, dalam pemungutan suara provinsi. Meski, koalisinya Koalisi Indonesia Maju (KIM) Puls kalah di Jakarta.

“Hasil dari koalisi yang berkuasa yang menyapu bersih medan pertempuran utama tetapi kalah di Jakarta menandakan pengaruh kuat Prabowo di sebagian besar nusantara dan memudarnya pengaruh pesaingnya, Megawati Soekarnoputri, yang merupakan Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan mantan presiden Indonesia,” tulisnya di artikel berjudul “President Prabowo’s coalition set to win big in Indonesia’s regional elections; Jakarta could see run-off next year”.

“Menurut hitung cepat oleh berbagai lembaga survei, para kandidat KIM Plus tampaknya akan menyapu bersih provinsi-provinsi medan pertempuran utama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara,” tambahnya merujuk koalisi Prabowo.

Khusus Jakarta, ditegaskan pula bahwa koalisi Prabowo masih bisa menang mengingat suara dominan yang didapat di hitung cepat masih belum pasti. Ditambahkannya dalam artikel itu Jakarta bisa mengalami dua putaran pemilu.

“Perebutan tiga kandidat gubernur di ibu kota Jakarta masih belum pasti meskipun Bapak Pramono Anung dari PDI-P unggul, dengan berbagai hitung cepat menunjukkan bahwa ia memperoleh kurang dari atau lebih dari 50% suara,” tambahnya.

“Jakarta adalah satu-satunya provinsi yang akan memasuki putaran kedua awal tahun depan, jika tidak ada kandidat yang memperoleh lebih dari setengah suara,” ujar laman itu lagi.

Sementara itu, laman Bloomberg menyoroti kemenangan menantu Jokowi, Bobby Nasution. Disebut ia bahkan mendominasi suara di Sumut hingga 62,7%.

“Menantu Joko Widodo memenangkan pemilihan gubernur daerah di Indonesia, menjadi kerabat terakhir mantan presiden populer tersebut yang menduduki posisi penting di negara ini,” muatnya di tulisan berjudul “Ex-President Jokowi’s Son-in-Law Wins Governor Vote in Indonesia”.

“Bobby Nasution, yang didukung oleh koalisi Presiden baru Prabowo Subianto, ditetapkan menjadi gubernur Sumatera Utara setelah memenangkan 62,7% suara, menurut hitungan tidak resmi. Politikus berusia 33 tahun itu mengucapkan terima kasih kepada ayah mertuanya dan Prabowo saat mengklaim kemenangan,” tulis Bloomberg.

Pantauan sedikit berbeda justru dimuat laman Jerman DW. Ditulis bagaimana sebenarnya warga RI “kelelahan” setelah mengikuti serangkaian pemilihan yang memaksa mereka harus membuat “keputusan dalam beberapa pemilihan umum”.

“Menurut survei yang dilakukan pada akhir Oktober oleh organisasi penelitian Litbang Kompas yang berbasis di Jakarta, sekitar 43% responden di wilayah Jawa Tengah yang padat penduduknya belum menentukan pilihan,” tulisnya.

“Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia menunjukkan partisipasi pemilih selama pemilihan presiden bulan Februari berada di bawah 82%. KPU menetapkan target partisipasi pemilih sebesar 82% untuk pemilihan daerah,” tambahnya.

Mengutip pengamat lokal dikatakan pula dalam artikel berjudul “Is Indonesia experiencing election fatigue?” bahwa para pemilih merasa sulit memperoleh informasi tentang program yang ditawarkan oleh calon kepala daerah. Ini berakibat negatif pada jumlah pemilih.

“Trubus Rahadiansyah, pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti di Jakarta, mengatakan bahwa pencalonan kandidat oleh partai politik tanpa mempertimbangkan preferensi publik dapat menjelaskan kurangnya antusiasme di antara warga,” muat laman itu.

“Ia mengatakan kepada DW bahwa banyak calon kepala daerah yang tidak dikenal publik, dan dapat dianggap sebagai perpanjangan tangan elit pusat,” tulisnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*