Otoritas Jasa Keuangan mencatat profil risiko kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih tinggi dibandingkan kredit korporasi dan rumah tangga.
Hal ini disebabkan bisnis UMKM yang lebih sensitif terhadap perubahan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat.
Berdasarkan data OJK, per Juni 2024, NPL gross UMKM mencapai level 4,04%, atau jauh di atas rata-rata industri. Secara bulanan, angka ini sudah turun, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM yang mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, serta berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit terkait pandemi Covid-19, menyebabkan rasio NPL kredit UMKM mengalami peningkatan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (14/8/2024).
Kendati demikian, menurut Dian, kenaikan NPL kredit UMKM telah dapat diprediksi sebelumnya dan sudah dimitigasi oleh perbankan melalui pembentukan cadangan yang cukup, sehingga tingkat rasio NPL UMKM masih tergolong dalam level yang masih dapat dikelola oleh bank.
Pun rasio kredit dalam risiko atau loan at risk (LAR) UMKM tercatat sebesar 13,50% Juni 2024, turun dari sebulan sebelumnya 13,38%. Angka tersebut semakin mendekati level sebelum pandemi, sebesar 12,74% pada Desember 2019.
“Hal ini mengindikasikan bahwa ke depannya kualitas kredit UMKM akan tetap terjaga bahkan membaik, tentunya dengan dukungan dari berbagai pihak,” imbuhnya.
Satu bank jumbo yang fokus pada kredit UMKM adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. NPL bank berada di posisi 3,05% per Juni 2024.
Direktur UtamaBRISunarso mengatakan posisiNPL kreditUMKM BRI masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata industri. Namun begitu, BRI tetap menyiapkan strategi untuk mengantisipasi tren kenaikan NPL UMKM di perbankan nasional. Sunarso mengatakan caranya adalah jangan memaksakan diri untuk tumbuh di segmen tersebut.
“Karena begitu kita kasih kredit, [setelah] tiga bulan macet. Kasih kredit, [setelah] enam bulan macet. Itu jangan sampai terjadi,” pungkasnya.
BRI, kata Sunarso, akan tetap menyalurkan kredit ke segmen UMKM pada sisa tahun berjalan. Akan tetapi hal itu dilakukan secara selektif.
Emiten bersandi BBRI ini akan memperketat kriteria penerima kredit dan menyeleksi portofolio kredit yang sudah ada.
Sunarso mengatakan antisipasi penurunan kualitas kredit NPL dilakukan dengan cara restrukturisasi. Langkah ketiga, jika kredit bermasalah tidak bisa direstrukturisasi, BRI terpaksa akan melakukan hapus buku atau write off.
“Di situlah cadangan berbicara, seberapa kuat kita punya cadangan. Sekarang candangannya BRI terhadap NPL itu, lebih dari dua kali. Jadi itu cukup, kalau misal dilakukan write off atau hapusbuku,” imbuh Sunarso.