Pendapatan Per Kapita Jakarta Pusat US$50.000, Negara Maju!

Foto: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menghadiri acara Peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0 dan White Paper OMP Beyond 2024 serta Penyampaian Hasil Capaian PSN dan KEK di Ballroom The St. Regis, Jakarta, Kamis (18/7/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Pemerintahan Presiden Joko Widodo mengklaim pendapatan per kapita Jakarta Pusat sudah mencapai US$ 50.000. Level pendapatan per kapita itu telah melampaui batasan untuk status suatu negara sebagai negara maju versi Bank Dunia (World Bank).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pendapatan per kapita Jakarta Pusat itu sendiri bahkan telah melampaui pendapatan per kapita Ibu Kota Indonesia yang saat ini masih dijabat oleh DKI Jakarta. Pendapatan per kapita DKI Jakarta kata dia sebesar US$ 21.000.

“Jakarta ini sudah lolos middle income trap. Jakarta pendapatan per kapitanya US$ 21.000. Kalau kita mau masuk lagi ke puncak Jakarta, yaitu di Jakarta Pusat itu sudah US$ 50.000,” kata Airlangga dalam acara Perayaan Hari Jadi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ke-58 di Jakarta, Kamis (25/7/2024)

Catatan pendapatan per kapita Jakarta yang telah berhasil masuk kategori maju itu ia katakan sebagai bukti bahwa aglomerasi Jakarta telah berjalan sebagaimana kota-kota maju di negara lain. “Jadi aglomerasi Jakarta itu sudah setara dengan negara-negara lain termasuk Singapura,” ucapnya.

Ia mengatakan, pendapatan per kapita di Jakarta bisa tinggi karena industrinya sudah banyak yang berbasis jasa, sebagaimana ciri khas dari kota-kota maju di negara lain. Tidak lagi seperti wilayah lain yang masih mengandalkan bahan baku untuk menjalankan industrinya.

“Di luar Jawa itu banyak yang resource based berbasis daripada bahan baku, tetapi Jakarta sudah services industry. Jakarta sudah seperti negara-negara lain yang basisnya adalah jasa. Nah oleh karena itu tantangan belum berakhir, PR jalan terus,” tutur Airlangga.

Selain Jakarta, Airlangga mengatakan, wilayah Indonesia lainnya yang telah berhasil terlepas dari jebakan status pendapatan menengah atau middle income trap ialah Kalimantan Timur, provinsi yang akan menjadi tempat dari ibu kota baru Indonesia, yakni Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Kalimantan Timur itu juga sudah lolos middle income trap, dan itu adalah tempat IKN kita juga sudah lolos dari middle income trap. Dan juga termasuk Kalimantan Utara, pendapatannya sekitar US$ 17.000. Artinya apa? Ini mungkin dicapai dan sangat mungkin,” ucap Airlangga.

Dengan adanya wilayah-wilayah yang berhasil keluar dari middle income trap itu, Airlangga meyakini Indonesia bisa segera keluar dari status itu. Caranya ialah dengan semakin memperluas pemerataan wilayah-wilayah supaya pendapatan per kapitanya makin tinggi.

“Oleh karena itu tantangan selanjutnya bagi kantor Menko, kita akan petakan seluruh provinsi. Kita lihat economic drivernya seperti apa, kita lihat kesejahteraan sosialnya seperti apa. Dan kita juga kejar tingkat pendidikan dan tingkat kemiskinan. Kita sudah punya semua data sehingga kita bisa melihat apa yang harus kita lakukan agar setiap daerah bisa seperti Jakarta atau seperti Kalimantan Timur atau bahkan kemarin waktu di Sumatera Selatan, Ogan Komering Ilir pun sudah lolos middle income trap,” tuturnya.

“Jadi ini satu hal yang harus kita kejar. Tetapi kuncinya kelihatan, harus ada driver ekonomi di kabupaten kota yang extraordinary. Jadi bukan yang hanya unggul rata-rata, tetapi yang unggul secara nasional,” tegas Airlangga.

Sebagaimana diketahui Bank Dunia mencatat, untuk pendapatan per kapita Indonesia sendiri saat ini baru mencapai US$ 4.580, naik dari tahun 2021 yang sebesar US$ 4.140. Pendapatan per kapita itu menjadikan Indonesia sebagai negara kelompok negara menengah atas.

Kendati demikian, untuk mencapai target berpenghasilan tinggi, Indonesia masih jauh dari angan. Karena untuk mencapai negara berpenghasilan tinggi, rata-rata pendapatan masyarakatnya harus mencapai US$ 13.845.

Berikut kategori atau klasifikasi pendapatan negara menurut Bank Dunia per 1 Juli 2023 sampai 2024:

– Negara berpendapatan rendah US$ 1.135 ke bawah, ambang batas ini naik dari sebelumnya US$ 1.085

– Negara pendapatan menengah bawah US$ 1.146 sampai US$ 4.465, ambang batas ini naik dari sebelumnya US$ 1.086 sampai US$ 4.255.

– Negara pendapatan menengah atas US$ 4.466 sampai US$ 13.845, ambang batas ini naik dari sebelumnya US$ 4.256 sampai US$ 13.205

– Negara pendapatan tinggi memiliki US$ 13.845, ambang batas ini naik dari sebelumnya US$ 13.205.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*