Salah satu anggota pakta pertahanan NATO, Polandia mulai melakukan pelatihan dan menambah personel tentara dalam rangka persiapan menghadapi konflik besar-besaran di Eropa. Langkah ini mulai diambil pasca serangan besar-besaran Rusia ke Ukraina.
Melansir dari Reuters, Kepala Staf Angkatan Darat Polandia, Jenderal Wieslaw Kukula mengatakan bahwa Polandia perlu dan wajib untuk melaksanakan sejumlah pelatihan demi “mematangkan” diri dalam menghadapi konflik skala penuh.
“Hal ini memaksa kami untuk menemukan keseimbangan yang baik antara misi perbatasan dan menjaga intensitas pelatihan tentara,” kata Kukula, dikutip Sabtu (20/7/2024).
Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan, Pawel Bejda mengungkapkan bahwa mulai Agustus 2024 mendatang, jumlah pasukan yang akan menjaga perbatasan Timur Polandia akan ditingkatkan, yakni dari enam ribu menjadi delapan ribu personel.
“Pasukan itu juga akan memperoleh tambahan barisan belakang sebanyak 9.000 yang dapat ditingkatkan dalam waktu 48 jam,” ujar Bejda.
Hubungan Polandia dengan Rusia dan sekutunya Belarusia telah memburuk tajam sejak Moskow mengirim puluhan ribu tentara ke negara tetangga Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu. Sejumlah pihak menuding Moskow dapat menjadi ancaman bagi negara-negara Eropa.
Warsawa telah meningkatkan belanja pertahanan hingga lebih dari 4 persen dari output ekonominya tahun ini sebagai respons terhadap serangan Rusia ke Ukraina. Pada Mei, Polandia mengumumkan program pertahanan “Perisai Timur”.
Program senilai 10 miliar zloty atau sekitar Rp41,1 triliun (asumsi kurs Rp4.116/zloty) ini dilakukan untuk meningkatkan pertahanan di sepanjang perbatasannya dengan Belarusia dan Rusia. Polandia menargetkan program ini selesai pada 2028.
Jumlah personil angkatan bersenjata Polandia mencapai sekitar 190 ribu personel pada akhir tahun lalu, termasuk pasukan darat, udara, angkatan laut, pasukan khusus dan pasukan pertahanan teritorial. Warsawa pun berencana menambah jumlah pasukannya menjadi 300 ribu tentara dalam beberapa tahun.
Jenderal Kukula sendiri menyebut bahwa saat ini tingginya minat warga untuk bergabung dengan militer menimbulkan tantangan pendanaan yang besar. Pasalnya, ia memprediksi minat ini tidak akan begitu tinggi lagi pada 2027.
“Tingginya minat para kandidat untuk bergabung dengan tentara saat ini menimbulkan dilema mengenai apakah akan menerima lebih banyak rekrutan daripada yang dianggarkan dengan mengorbankan pengadaan peralatan militer,” tambahnya.