Selamatkan Kelas Menengah RI Ekonom Pemerintah Jangan Ganggu

Foto: (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Sejumlah indikator ekonomi menunjukkan kelompok menengah Indonesia tengah terhimpit bahkan jatuh ke jurang kemiskinan. Kebijakan pemerintah yang kontraproduktif dengan daya beli akan memperburuk situasi kelas ini.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan insentif dari pemerintah untuk kelas menengah selama ini sangat minim. Di lain sisi, kata dia, kelas masyarakat miskin mendapatkan bantuan sosial dan kelas atas memperoleh insentif berupa tax holiday dan semacamnya.

Dia menilai insentif yang bisa diberikan kepada kelas menengah ini sebenarnya sederhana. Pemerintah cukup membuat aturan yang tepat agar daya beli kelas ini tidak tertekan. “Insentif yang bisa diberikan ke kelas menengah adalah dia jangan diganggu-ganggu pendapatannya,” kata Abdul Manap dikutip, Kamis, (25/7/2024).

Abdul Manap mencontohkan kebijakan yang dapat menjaga daya beli kelas ini adalah dengan cara pemerintah tidak menaikkan tarif tol dan listrik. Selain itu, kebijakan yang harus dipikir ulang oleh pemerintah, kata dia, adalah rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

Dia menilai kenaikan itu bisa saja dilakukan ketika perekonomian sedang baik-baik saja. Masalahnya, kata dia, saat ini tekanan terhadap daya beli masyarakat adalah nyata. “Kita itu belum pulih terutama dari pandemi, masih bisa kita lihat sektor tenaga kerja belum membaik, terus ada inflasi yang melonjak signifikan,” kata dia.

Sebelumnya, ekonom senior Chatib Basri mencatat jumlah kelas menengah di Indonesia merosot sejak 2019. Menggunakan acuan data Bank Dunia, Chatib mengungkapkan pada 2018 kelas menengah RI masih sebesar 23% dari jumlah penduduk. Sedangkan pada 2019 tersisa 21% masyarakat yang masuk golongan kelas menengah. Kondisi pada 2023 lebih parah, karena kelas menengah di Indonesia tersisa 17%.

Penurunan jumlah kelas menengah ini terjadi seiring dengan naiknya jumlah kelompok kelas menengah rentan atau aspiring middle class (AMC) dari 47% menjadi 49% pada 2023. Pada tahun yang sama, kelompok rentan juga naik menjadi 23%.

Dengan garis kemiskinan tahun 2024 sekitar Rp 550.000, Chatib mengatakan, mereka dengan pengeluaran Rp 1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan masuk kategori kelas menengah.

Sementara itu, AMC adalah kelompok pengeluaran 1,5-3,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 825.000-Rp 1,9 juta. Adapun rentan miskin, kelompok pengeluaran 1-1,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 550.000-Rp 825.000 per bulan.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan pendapatan kelas menengah-bawah, termasuk kelompok rentan miskin sangat tertekan oleh gejolak harga. Menurut dia, bila ada harga yang diatur pemerintah naik, mereka berubah status menjadi miskin.

“Biasanya jika ada harga yang diatur pemerintah naik, mereka akan berubah status menjadi miskin karena pendapatannya,” katanya.

Dia mengatakan tugas pemerintah untuk menjaga daya beli kelompok ini adalah memberikan subsidi untuk kebutuhan primer dan sekunder. Bahan-bahan kebutuhan pokok yang harus dijaga harganya, kata dia, misalnya untuk makanan, BBM dan pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*